Pontianak (ANTARA) - Pengurus Muhammadiyah Kalimantan Barat mengatakan untuk mendistribusikan dana zakat guna usaha yang produktif, salah satu caranya dengan mengoptimalkan peran Lembaga Amil Zakat baik yang dikelola pemerintah maupun swasta.
"Hal itu sesuai dengan salah satu sisi ajaran Islam yakni penanggulangan kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah," kata Wakil Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Kalbar Bidang Pembinaan Kader, Arif Jhoni Prasetyo di Pontianak, Minggu.
Menurut Arif Jhoni, masalah kemiskinan memang menjadi tanggung jawab negara. Namun harus ada ikhtiar insaniyah dari kelompok atau anggota masyarakat yang peduli dengan kondisi sosial masyarakat.
Apalagi, kata dia, dalam Undang-Undang memang disebutkan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar di pelihara oleh negara. "Tetapi, bukan berarti kita berpangku tangan melihat kondisi yang ada. Namun, bagaimana mengoptimalkan potensi yang ada guna membantu pemerintah mengurangi jumlah penduduk miskin," jelas Arif Jhoni.
Arif yang juga duduk sebagai Pengurus Dewan Masjid Indonesia wilayah Kalbar itu pun mengatakan sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW serta penerusnya di zaman keemasan Islam.
"Dahulu kita hanya mengenal zakat konsumtif," katanya.
Konsumtif yaitu zakat yang diberikan kepada mustahiq untuk dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan, seperti zakat fitrah yang dibagikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, atau zakat harta yang dibagikan kepada korban bencana alam seperti bencana gempa, banjir, tanah longsor, kata Arif menjelaskan.
Ia mengatakan dengan adanya Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, memberi peluang besar untuk pengelolaan zakat oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ) secara profesional.
Menurut ia, pengelolaan zakat yang bersifat produktif adalah zakat diberikan kepada fakir miskin dalam bentuk modal usaha. Kemudian pengelola zakat memberikan pendampingan, pendidikan, pengamatan, dan evaluasi terhadap usaha yang dikelola oleh mustahiq. Hal ini bertujuan agar sektor usaha tersebut dapat berjalan secara optimal.
"Harapannya adalah usaha-usaha yang dibiayai oleh Lembaga Amil Zakat dapat meningkat sehingga tingkat kesejahteraan ekonomi mustahiq dapat meningkat," jelas Arif Jhoni.
Tentunya, lanjut dia, dengan peningkatan usaha dan kesejahteraan tersebut akan terjadi perubahan kondisi dari mustahiq (penerima zakat) menjadi muzakki (orang yang wajib mengeluarkan zakat). Ini berarti aplikasi distribusi zakat tersebut sudah tepat guna dan sasaran.
"Karena itu, zakat memiliki kesempatan terbuka bagi suatu program pemberantasan kemiskinan secara efektif," tegasnya.
Zakat, bila dikaitkan dengan ayat-ayat Al Quran sangat relevan dengan pengentasan kemiskinan. Dalam Al Quran ada doktrin yang menghendaki jangan sampai terjadi konsentrasi kekayaan dan peredaran yang melingkar di sekitar golongan elite atau orang-orang kaya saja.
"Semoga saja pengelolaan zakat pada Ramadhan tahun ini dapat dikelola lebih baik dan profesional. Sehingga benar-benar dapat mengurangi beban pemerintah dalam menekan angka kemiskinan," katanya.
"Hal itu sesuai dengan salah satu sisi ajaran Islam yakni penanggulangan kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah," kata Wakil Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Kalbar Bidang Pembinaan Kader, Arif Jhoni Prasetyo di Pontianak, Minggu.
Menurut Arif Jhoni, masalah kemiskinan memang menjadi tanggung jawab negara. Namun harus ada ikhtiar insaniyah dari kelompok atau anggota masyarakat yang peduli dengan kondisi sosial masyarakat.
Apalagi, kata dia, dalam Undang-Undang memang disebutkan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar di pelihara oleh negara. "Tetapi, bukan berarti kita berpangku tangan melihat kondisi yang ada. Namun, bagaimana mengoptimalkan potensi yang ada guna membantu pemerintah mengurangi jumlah penduduk miskin," jelas Arif Jhoni.
Arif yang juga duduk sebagai Pengurus Dewan Masjid Indonesia wilayah Kalbar itu pun mengatakan sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW serta penerusnya di zaman keemasan Islam.
"Dahulu kita hanya mengenal zakat konsumtif," katanya.
Konsumtif yaitu zakat yang diberikan kepada mustahiq untuk dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan, seperti zakat fitrah yang dibagikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, atau zakat harta yang dibagikan kepada korban bencana alam seperti bencana gempa, banjir, tanah longsor, kata Arif menjelaskan.
Ia mengatakan dengan adanya Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, memberi peluang besar untuk pengelolaan zakat oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ) secara profesional.
Menurut ia, pengelolaan zakat yang bersifat produktif adalah zakat diberikan kepada fakir miskin dalam bentuk modal usaha. Kemudian pengelola zakat memberikan pendampingan, pendidikan, pengamatan, dan evaluasi terhadap usaha yang dikelola oleh mustahiq. Hal ini bertujuan agar sektor usaha tersebut dapat berjalan secara optimal.
"Harapannya adalah usaha-usaha yang dibiayai oleh Lembaga Amil Zakat dapat meningkat sehingga tingkat kesejahteraan ekonomi mustahiq dapat meningkat," jelas Arif Jhoni.
Tentunya, lanjut dia, dengan peningkatan usaha dan kesejahteraan tersebut akan terjadi perubahan kondisi dari mustahiq (penerima zakat) menjadi muzakki (orang yang wajib mengeluarkan zakat). Ini berarti aplikasi distribusi zakat tersebut sudah tepat guna dan sasaran.
"Karena itu, zakat memiliki kesempatan terbuka bagi suatu program pemberantasan kemiskinan secara efektif," tegasnya.
Zakat, bila dikaitkan dengan ayat-ayat Al Quran sangat relevan dengan pengentasan kemiskinan. Dalam Al Quran ada doktrin yang menghendaki jangan sampai terjadi konsentrasi kekayaan dan peredaran yang melingkar di sekitar golongan elite atau orang-orang kaya saja.
"Semoga saja pengelolaan zakat pada Ramadhan tahun ini dapat dikelola lebih baik dan profesional. Sehingga benar-benar dapat mengurangi beban pemerintah dalam menekan angka kemiskinan," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar